----------------
Ratu
Elizabeth II (Elizabeth Alexandra Mary, lahir 21 April 1926[catatan 1]) adalah
ratu monarki konstitusional dari 16 negara berdaulat (dikenal sebagai Alam
Persemakmuran) dan teritori beserta dependensinya, serta ketua dari 54 anggota
Negara-Negara Persemakmuran. Ratu Elizabeth juga merupakan Gubernur Agung
Gereja Inggris.
Setelah
naik takhta pada tanggal 6 Februari 1952, Ratu Elizabeth menjadi Ketua
Persemakmuran sekaligus ratu dari tujuh Alam Persemakmuran (Commonwealth
Realms) merdeka, yaitu: Britania Raya, Kanada, Australia, Selandia Baru, Afrika
Selatan, Pakistan dan Sri Lanka. Sejak tahun 1956 hingga 1992, jumlah Alam
Persemakmuran nya bervariasi dan beberapa wilayah merdeka bertransformasi
menjadi negara republik. Saat ini, selain empat
negara pertama yang disebut di atas, Elizabeth juga merupakan Ratu dari Jamaika, Barbados, Bahama, Grenada, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Tuvalu, Saint Lucia, Saint Vincent dan Grenadines, Belize, Antigua dan Barbuda, serta Saint Kitts dan Nevis. Masa pemerintahannya selama 60 tahun merupakan masa pemerintahan terpanjang kedua dalam sejarah Monarki Britania Raya setelah Ratu Victoria, yang memerintah selama 63 tahun.
negara pertama yang disebut di atas, Elizabeth juga merupakan Ratu dari Jamaika, Barbados, Bahama, Grenada, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Tuvalu, Saint Lucia, Saint Vincent dan Grenadines, Belize, Antigua dan Barbuda, serta Saint Kitts dan Nevis. Masa pemerintahannya selama 60 tahun merupakan masa pemerintahan terpanjang kedua dalam sejarah Monarki Britania Raya setelah Ratu Victoria, yang memerintah selama 63 tahun.
Elizabeth
lahir di London dan menempuh pendidikan secara privat. Ayahnya naik takhta
menjadi George VI pada tahun 1936 setelah pamannya, Edward VIII, melepaskan
takhtanya, dan secara tidak terduga Elizabeth menjadi penerus takhta
berikutnya. Elizabeth mulai menjalankan tugas sosialnya selama terjadinya
Perang Dunia II dengan bertugas di palang merah. Pada tahun 1947, ia menikah
dengan Pangeran Philip, Adipati Edinburgh, dan kemudian dikaruniai empat orang
anak, yaitu Charles, Anne, Andrew, dan Edward. Upacara penobatannya
dilaksanakan pada tahun 1953 dan merupakan upacara penobatan pertama yang
disiarkan melalui televisi.Ratu
Elizabeth sudah melakukan berbagai pertemuan dan kunjungan kenegaraan
bersejarah, termasuk kunjungan kenegaraan ke Republik Irlandia dan kunjungan
timbal balik dari dan ke Paus Katolik Roma. Ratu Elizabeth juga telah menjadi
saksi hidup atas berbagai perubahan besar yang terjadi dalam konstitusi Alam
Persemakmurannya, seperti devolusi di Britania Raya, dan pemisahan konstitusi
Kanada. Sedangkan secara personal, Ratu juga telah menyaksikan berbagai
peristiwa penting yang terjadi dalam monarkinya, termasuk kelahiran dan
pernikahan anak serta cucunya, upacara penobatan Pangeran Wales, dan perayaan
Jubilee perak, emas, dan berlian Ratu pada tahun 1977, 2002, dan 2012.Berbagai
peristiwa bersejarah juga terjadi selama masa pemerintahan Ratu Elizabeth,
diantaranya peristiwa the Troubles di Irlandia Utara, Perang Falklands, dan
Perang Afganistan. Ada juga saat-saat duka yang dilaluinya, termasuk kematian
ayahandanya pada usia 56 tahun, pembunuhan paman Pangeran Philip, kehancuran
rumah tangga putra-putrinya pada tahun 1992, kematian menantunya, Diana, Putri
Wales pada tahun 1997, serta kematian ibu dan adiknya pada tahun 2002. Ratu
Elizabeth dan keluarga kerajaannya seringkali menerima berbagai kritikan dan
kecaman dari media massa dan tokoh-tokoh pro-republik, namun popularitas
pribadi dan dukungan yang mengalir untuk kerajaan tetap tinggi.
---------------------
Kehidupan
awal
Elizabeth
adalah anak pertama dari Pangeran Albert, Adipati York (kemudian menjadi Raja
George VI), dan istrinya, Elizabeth. Ayahnya adalah anak kedua dari Raja George
V dan Ratu Mary. Sedangkan ibunya adalah putri bungsu dari bangsawan Skotlandia
bernama Claude Bowes-Lyon. Elizabeth dilahirkan melalui operasi caesar pada
pukul 2:40 AM (GMT) tanggal 21 April 1926 di kediaman kakeknya di 17 Bruton
Street, Mayfair, London.[1] Elizabeth dibaptis oleh Uskup Agung Anglikan York
bernama Cosmo Gordon Lang di sebuah kapel pribadi di Istana Buckingham pada
tanggal 29 Mei 1926,[2][catatan 2] dan dinamai Elizabeth Alexandra Mary;
Elizabeth diturunkan dari nama ibundanya, Alexandra diturunkan dari nama ibu
Raja George V, Alexandra dari Denmark, yang meninggal dunia enam bulan
sebelumnya, sedangkan Mary adalah nama neneknya dari pihak ayah.[3] Keluarga
dekatnya memanggil Elizabeth dengan sebutan "Lilibet".[4] Raja George
V sangat menyayangi cucunya. Saat Raja mengidap penyakit serius pada tahun
1929, dilaporkan bahwa kunjungan rutin dari Elizabeth turut membantu
menumbuhkan semangat dan mempercepat proses kesembuhan sang Raja.[5]
Elizabeth
memiliki seorang saudara perempuan, yaitu Putri Margaret, yang usianya empat
tahun lebih muda dari usianya. Keduanya dididik secara privat di rumah dengan
pengawasan dari ibu dan pengasuh mereka, Marion Crawford atau
"Crawfie".[6] Pelajaran yang diajarkan pada mereka berdua adalah sejarah,
bahasa, sastra, dan musik.[7] Untuk menggambarkan kehidupan keluarga
kerajaan,[8] pada tahun 1950 Crawford menerbitkan sebuah biografi masa kecil
Elizabeth dan Margaret yang berjudul The Little Princesses. Buku ini
menggambarkan Elizabeth kecil yang mencintai kuda dan anjing, serta bersikap
tertib dan bertanggungjawab.[9] Winston Churchill menggambarkan Elizabeth saat
berusia dua tahun sebagai "sebuah karakter yang memantulkan keajaiban dari
sosok seorang bayi." [10] Sepupunya, Margaret Rhodes menggambarkan Elizabeth
kecil sebagai "seorang gadis kecil yang periang, namun pada dasarnya
bijaksana dan berperilaku baik".[11]
----------------------
Putri
mahkota
Sebagai
cucu dari Raja Britania Raya, gelar Elizabeth setelah kelahirannya adalah Her
Royal Highness Princess Elizabeth of York (Yang Mulia Putri Elizabeth dari
York). Elizabeth berada di posisi ketiga dalam garis suksesi takhta setelah
pamannya, Edward, Pangeran Wales, dan ayahnya, Adipati York. Meskipun
kelahirannya telah menarik perhatian publik, Elizabeth tidak diunggulkan untuk menjadi
ratu karena Pangeran Wales masih muda, dan banyak yang menduga kalau Pangeran
Wales akan menikah dan memiliki penerus sendiri.[12] Pada tahun 1936, setelah
kakeknya, Raja George V meninggal dunia, pamannya Edward VIII naik takhta
menjadi raja. Posisi Elizabeth-pun bergeser menjadi orang kedua di garis takhta
setelah ayahnya. Kemudian, masih pada tahun yang sama, tanpa diduga Edward
turun takhta karena berniat menikahi Wallis Simpson, seorang sosialita yang
berstatus janda. Tindakan Edward ini memicu krisis konstitusional di lingkungan
kerajaan.[13] Ayahanda Elizabeth kemudian naik takhta menjadi raja dan
Elizabeth otomatis menjadi putri mahkota atau penerus takhta berikutnya dengan
gelar Her Royal Highness The Princess Elizabeth.[14] Namun, jika kemudian orang
tuanya memiliki putra, maka saudara laki-lakinya akan menjadi putra mahkota dan
Elizabeth akan kehilangan posisinya sebagai penerus takhta berikutnya.[15]
Putri Elizabeth (kiri) di balkon Istana
Buckingham bersama (dari kiri ke kanan) ibunya, Ratu Elizabeth, Perdana Menteri
Britania Raya Winston Churchill, Raja George VI, dan Putri Margaret, 8 Mei
1945.
----------------------
Elizabeth
menerima beasiswa pribadi dari Eton College,[16] dan kemudian mulai mempelajari
bahasa Perancis.[17] Sebuah lembaga Pandu Putri bernama 1st Buckingham Palace
Company khusus dibentuk dengan tujuan agar Elizabeth bisa bersosialisasi dengan
gadis-gadis seusianya.[18] Setelah itu, Elizabeth sempat terdaftar sebagai
anggota kepanduan Sea Ranger pada tahun 1937.[17]
Pada
tahun 1939, orang tua Elizabeth melakukan kunjungan kenegaraan ke Kanada dan
Amerika Serikat. Sebelumnya, pada tahun 1927 orang tuanya juga melakukan
kunjungan ke Australia dan Selandia Baru, namun Elizabeth tetap di Inggris.
Ayahnya berpikir bahwa dia terlalu muda untuk melakukan kunjungan publik.[19]
Elizabeth "tampak menangis" saat ayahnya pergi.[20] Selama kunjungan,
ia dan ayahnya tetap berhubungan secara teratur.[20] Pada tanggal 18 Mei 1939,
Elizabeth dan ayahnya melakukan panggilan telepon kerajaan trans-atlantik untuk
pertama kalinya.[19]
----------------------
Perang
Dunia II
Pada
bulan September 1939, Britania Raya memasuki Perang Dunia II yang berlangsung
sampai tahun 1945. Selama periode ini, ketika London berulang kali diserang dan
di bom oleh Jerman, banyak anak-anak di London yang dievakuasi. Seorang
politisi senior bernama Lord Hailsham menyarankan agar kedua putri harus
dievakuasi ke Kanada. Namun saran ini ditolak oleh ibu Elizabeth, yang
menyatakan bahwa "Anak-anak tidak akan pergi tanpa saya. Saya tidak akan
pergi tanpa Raja. Dan Raja tidak akan pernah meninggalkan Inggris".[21]
Putri Elizabeth dan Margaret tinggal di Istana Balmoral, Skotlandia, hingga
hari Natal tahun 1939, kemudian mereka pindah ke Sandringham House di
Norfolk.[22] Dari bulan Februari hingga bulan Mei 1940, mereka tinggal di Royal
Lodge, Windsor, setelah itu pindah lagi ke Istana Windsor. Di tempat terakhir
inilah kedua putri menetap selama lima tahun berikutnya.[23] Di Windsor, kedua
putri ikut berpartisipasi dalam pementasan pantomim pada hari Natal dalam
rangka menggalang dana untuk memproduksi pakaian militer.[24] Pada tahun 1940,
Elizabeth yang pada saat itu berusia 14 tahun melakukan siaran radio pertamanya
dalam program BBC, Children's Hour. Dalam program tersebut, Elizabeth menyalami
dan menghibur anak-anak lain yang telah di evakuasi dari kota.[25] Dia
menyatakan:
Kita
harus berusaha melakukan semua yang kita bisa untuk membantu pelaut, tentara
dan penerbang kita yang gagah berani, dan kita juga harus berusaha menjauhkan
diri dari bahaya dan kesedihan perang. Kita tahu, setiap orang dari kita, bahwa
pada akhirnya semuanya akan baik-baik saja.[25]
Pada
tahun 1943, saat berusia 16 tahun, Elizabeth melakukan penampilan publik solo
pertamanya saat mengunjungi Pasukan Pengawal Grenadier.[26] Saat ia mendekati
ulang tahun ke-18, hukum berubah sehingga dia bisa bertindak sebagai salah satu
dari lima Konselor Negara yang mewakili Britania Raya jika ayahnya tidak mampu
atau sedang melakukan kunjungan luar negeri, seperti saat ayahnya berkunjung ke
Italia pada bulan Juli 1944.[27] Pada bulan Februari 1945, Elizabeth bergabung
dengan Women's Auxiliary Territorial Service sebagai Subaltern kehormatan
dengan nomor layanan 230873.[28] Dia dilatih menjadi sopir dan mekanik dan
dipromosikan menjadi Komandan Junior kehormatan lima bulan kemudian.[29][30]
Ketika
perang berakhir di Eropa, saat perayaan kemenangan di Britania Raya, Putri
Elizabeth dan Putri Margaret berbaur secara anonim bersama kerumunan massa
dalam perayaan di jalan-jalan kota London. Elizabeth kemudian mengatakan dalam
sebuah wawancara yang jarang terjadi, "Kami bertanya pada orang tua kami
apakah kami bisa keluar dan melihat perayaan. Saya ingat mereka takut kalau
nanti kami akan dikenali ... Saya ingat barisan orang-orang tak dikenal yang
saling menautkan lengan dan berjalan menyusuri Whitehall, kami semua hanya
menyatu bersama gelombang kebahagiaan dan kelegaan.[31]
------------------
Selama
perang, beberapa usulan diajukan oleh pemerintah untuk memadamkan nasionalisme
yang merebak di Wales dengan cara mendekatkan Elizabeth dengan rakyat
Wales.[32] Usulan ini termasuk menjadikan Elizabeth sebagai juru kunci Kastil
Caernarvon, posisi yang pada saat itu dijabat oleh David Lloyd George. Menteri
Dalam Negeri Herbert Morrison mengusulkan rencana lain, yaitu agar menjadikan
Elizabeth sebagai pelindung Urdd Gobaith Cymru (Persatuan Pemuda Wales).[32]
Para politisi Wales mengusulkan agar Elizabeth dinobatkan sebagai Putri Wales
pada saat ulang tahunnya yang ke-18.[33] Namun ide-ide ini pada akhirnya
ditinggalkan karena berbagai alasan, termasuk adanya ketakutan untuk
mempersatukan Elizabeth dengan para penentang di Urdd, apalagi saat itu
Britania Raya sedang menghadapi peperangan.[32] Tahun 1946, Elizabeth dilantik
menjadi Wales Gorsedd of Bards di Eisteddfod Nasional Wales.[34]
Pada
tahun 1947, Putri Elizabeth melakukan kunjungan luar negeri pertamanya saat
menemani orang tuanya melakukan kunjungan kenegaraan ke Afrika Selatan. Selama
kunjungan, dalam siarannya untuk Negara-Negara Persemakmuran pada hari ulangnya
yang ke-21, Elizabeth membuat janji sebagai berikut:
"Saya
menyatakan bahwa selama hidup saya, entah itu berumur panjang atau pendek, akan
dikhususkan untuk melayani dan melayani keluarga imperium raya yang kita miliki
bersama."[35]
--------------------
Pernikahan
Elizabeth
bertemu dengan calon suaminya, Pangeran Philip dari Yunani dan Denmark pada
tahun 1934 dan 1937.[36] Mereka berdua merupakan sepupu dalam garis kedua
berdasarkan silsilah Raja Christian IX dari Denmark dan sepupu ketiga dalam
garis Ratu Victoria. Setelah pertemuan lainnya di Sekolah Angkatan Laut
Britania Raya di Dartmouth pada bulan Juli 1939, Elizabeth yang pada saat itu
masih berusia 13 tahun mengungkapkan bahwa ia jatuh cinta pada Pangeran Philip
dan kemudian mereka berdua mulai berkirim surat.[37] Pertunangan mereka
diumumkan secara resmi pada tanggal 9 Juli 1947.[38]
Pertunangan
mereka ini diiringi oleh mencuatnya berbagai kontroversi: Philip tidak memiliki
dasar keuangan yang memadai dan merupakan seorang kelahiran asing (meskipun ia
pernah bertugas di Royal Navy selama Perang Dunia Kedua). Philip juga memiliki
saudara perempuan yang telah menikah dengan seorang bangsawan Jerman Nazi.[39]
Marion Crawford menulis: "Beberapa penasehat Raja berpikir bahwa dia
[Philip] tidak cukup baik untuk Elizabeth. Dia adalah seorang pangeran tanpa
rumah atau kerajaan. Beberapa penasehat juga mempermasalahkan status Philip yang
merupakan seorang kelahiran asing."[40] Dalam biografinya di kemudian
hari, dilaporkan bahwa Sri Ratu Elizabeth Bowes pada awalnya menentang
pertunangan ini, bahkan ia menyebut Philip dengan sebutan "dia".[41]
Namun, Sri Ratu mengatakan kepada penulis biografinya, Tim Heald, bahwa Philip
adalah "seorang pria Inggris".[42]
Sebelum
pernikahan dilangsungkan, Philip menanggalkan gelar Yunani dan Denmark nya,
pindah agama dari Ortodoks Yunani menjadi Anglikan, serta mengganti gelarnya
menjadi "Letnan Philip Mountbatten", mengadopsi nama keluarga Inggris
pihak ibunya.[43] Tepat sebelum pernikahan, Philip dinobatkan menjadi Adipati
Edinburgh, dengan gelar His Royal Highness (Yang Mulia).[44]
Elizabeth
dan Philip menikah pada tanggal 20 November 1947 di Westminster Abbey. Mereka
berdua menerima 2500 hadiah pernikahan dari para tamu dan undangan di seluruh
dunia.[45] Karena Britania Raya belum sepenuhnya pulih dari kehancuran pasca
perang dunia, Elizabeth menggunakan kupon rangsum untuk membeli bahan gaunnya,
yang dirancang oleh Norman Hartnell.[46] Pasca-perang, keluarga kerajaan tidak
diperkenankan menjalin hubungan apapun dengan Jerman. Begitu juga dengan Philip
yang memiliki tiga saudara perempuan di Jerman, saudara-saudaranya tersebut
selanjutnya diketahui tidak diundang ke pernikahannya.[47] Selain itu, Adipati
Windsor (sebelumnya Raja Edward VIII) juga tidak diundang ke pesta pernikahan
Elizabeth dan Philip.[48]
Elizabeth
melahirkan anak pertamanya, Pangeran Charles, pada tanggal 14 November 1948.
Satu bulan sebelumnya, Raja telah mengeluarkan surat paten yang mengizinkan
putra dan putri Elizabeth untuk menggunakan gelar pangeran atau putri kerajaan
meskipun Elizabeth belum naik takhta.[49] Anak kedua mereka, Putri Anne, lahir
pada tahun 1950.[50]
Setelah
pernikahan mereka, pasangan ini menyewa Windlesham Moor di dekat Istana
Windsor, dan menetap disana hingga tanggal 4 Juli 1949.[45] Setelah itu, mereka
pindah ke Clarence House di London. Antara tahun 1949 sampai 1951, Adipati
Edinburgh ditugaskan di Protektorat Britania di Malta sebagai perwira Angkatan
Laut yang melayani Royal Navy. Dia dan Elizabeth menetap selama beberapa bulan
di sebuah villa milik paman Philip di Gwardamanġia, Malta, sedangkan anak-anak
tetap tinggal di Inggris.[51]
Elizabeth II dan Perdana Menteri
Persemakmuran dalam Konferensi Perdana Menteri Persemakmuran di Istana Windsor,
1960.
------------------
Pemerintahan
Naik
takhta dan penobatan
Pada
tahun 1951, kesehatan Raja George VI menurun dan Elizabeth sering diutus untuk
mewakilinya dalam acara-acara publik. Ketika dia melakukan kunjungan ke Kanada
dan mengunjungi Presiden Truman di Washington, D.C. pada bulan Oktober 1951,
sekretaris pribadinya, Martin Charteris, membawa surat perintah deklarasi
aksesi untuk digunakan jika Raja meninggal ketika dia sedang melakukan
kunjungan.[52] Pada awal tahun 1952, Elizabeth dan Philip berangkat untuk
melakukan kunjungan ke Australia, Selandia Baru, dan Kenya. Pada tanggal 6
Februari 1952, mereka berdua baru saja sampai di kediaman mereka di Kenya saat
Philip diberitahu kabar mengenai kematian Raja. Philip kemudian menyampaikan
kabar tersebut kepada istrinya.[53] Martin Charteris meminta Elizabeth untuk
memilih nama penyandang kekuasaan yang ingin dipakainya, namun dia memutuskan
untuk tetap menggunakan nama Elizabeth, atau lebih tepatnya, Elizabeth II.[54]
Elizabeth langsung diproklamasikan sebagai ratu Britania Raya dan seluruh alam
Persemakmuran pada saat itu juga dan setelah itu dia langsung kembali ke
Inggris.[55] Setelah menjadi Ratu, ia dan Adipati Edinburgh kemudian pindah ke
Istana Buckingham.[56]
Dengan
naik takhtanya Elizabeth, ada kemungkinan bahwa wangsa kerajaan akan menggunakan
nama suaminya; menjadi Wangsa Mountbatten, sejalan dengan kebiasaan seorang
istri yang menggunakan nama keluarga suaminya setelah menikah. Nenek Elizabeth,
Ratu Mary, dan Perdana Menteri Britania Raya, Winston Churchill, menyarankan
untuk tetap mempertahankan nama Wangsa Windsor, dan usul ini diterima. Namun
Adipati Edinburgh mengeluh: "Saya satu-satunya orang di negara ini yang
tidak diperbolehkan untuk mewariskan namanya kepada anak-anaknya
sendiri."[57] Pada tahun 1960, setelah kematian Ratu Mary pada tahun 1953
dan pengunduran diri Churchill pada tahun 1955, nama keluarga
Mountbatten-Windsor diadopsi untuk keturunan laki-laki Philip dan Elizabeth
yang tidak dianugerahi gelar kerajaan.[58]
Ratu Elizabeth bersama Perdana Menteri
Edward Heath (kiri), Presiden Amerika Serikat Richard Nixon dan ibu negara Pat
Nixon, 1970.
----------------------------
Di
tengah persiapan penobatan, Putri Margaret memberitahu kakaknya bahwa dia ingin
menikahi Peter Townsend, seorang duda dua anak yang usianya 16 tahun lebih tua
dari Margaret, namun Ratu memintanya untuk menunggu selama satu tahun. Martin
Charteris mengungkapkan, "Ratu sebenarnya bersimpatik terhadap Putri Margaret,
tapi menurut saya Ratu berpikir—atau berharap—jika diberi waktu, maka skandal
itu akan mereda dengan sendirinya."[59] Para politisi senior menentang
pernikahan itu dan Gereja Inggris juga tidak mengizinkan pernikahan setelah
perceraian. Jika Putri Margaret tetap memaksa menikah, maka ia akan tersingkir
dari garis pewaris takhta, sama seperti kasus Edward VIII.[60] Pada akhirnya,
Putri memutuskan untuk membatalkan rencana pernikahannya dengan Townsend.[61]
Pada tahun 1960, Margaret menikah dengan Antony Armstrong-Jones, yang kemudian
bergelar Pangeran Snowdon. Mereka bercerai pada tahun 1978 dan setelah itu
Putri Margaret tidak menikah lagi.[62]
Meskipun
Kerajaan Britania Raya dilanda kesedihan dengan meninggalnya Ratu Mary pada
tanggal 24 Maret, upacara penobatan Ratu Elizabeth tetap dilangsungkan pada
tanggal 2 Juni 1953.[63] Upacara digelar di Westminster Abbey, kecuali untuk
sesi Perminyakan dan Perjamuan Kudus. Upacara ini juga menjadi upacara
penobatan kerajaan yang pertama kalinya disiarkan melalui televisi.[64][catatan
3] Gaun penobatan Ratu Elizabeth dirancang oleh Norman Hartnel dan dibordir
dengan lambang dari Negara-Negara Persemakmuran: mawar Tudor Inggris, kardo
Skotlandia, bawang perai Wales, shamrock Irlandia, pial Australia, daun mapel
Kanada, pakis perak Selandia Baru, protea Afrika Selatan, bunga seroja untuk
India dan Sri Lanka, serta gandum, kapas, dan rami untuk Pakistan.[65]
Keberlangsungan
persemakmuran
Sepanjang
hidupnya, Ratu telah menyaksikan proses transformasi negara-negara jajahan
Britania Raya dari Imperium Britania menjadi Negara-Negara Persemakmuran.[66]
Pada saat ia naik takhta pada tahun 1952, peran Ratu sebagai kepala negara dari
beberapa negara-negara merdeka sudah terbentuk dengan sendirinya.[67] Dalam rentang
tahun 1953-1954, Ratu dan suaminya memulai kunjungan kenegaraan selama enam
bulan ke berbagai negara di dunia. Ia menjadi kepala monarki pertama yang
mengunjungi Australia dan Selandia Baru.[68] Selama kunjungan, kerumunan massa
yang sangat ramai menyambut kedatangan Ratu, sekitar tiga perempat dari
populasi Australia diperkirakan ikut menyambut kedatangan Ratu Elizabeth pada
saat itu.[69] Sepanjang pemerintahannya, Ratu Elizabeth telah melakukan
berbagai kunjungan kenegaraan ke berbagai negara Persemakmuran ataupun
non-Persemakmuran dan dia tercatat sebagai kepala negara yang paling sering
bepergian dalam sejarah.[70]
------------------
Pada
tahun 1956, Perdana Menteri Perancis Guy Mollet dan Perdana Menteri Britania
Raya Sir Anthony Eden membahas kemungkinan Perancis untuk bergabung dengan
Persemakmuran. Namun usulan tersebut tidak pernah diterima, dan pada tahun
berikutnya, Perancis menandatangani Perjanjian Roma sebagai dasar pendirian
Masyarakat Ekonomi Eropa, pendahulu dari Uni Eropa.[71] Pada bulan November
1956, Britania Raya dan Perancis menginvasi Mesir dalam upaya untuk mengambil
alih Terusan Suez, namun upaya ini berakhir dengan kegagalan. Lord Mountbatten
mengklaim bahwa Ratu menentang invasi ini, meskipun Eden menyangkalnya. Eden
mengundurkan diri dua bulan kemudian.[72]
Tidak
adanya mekanisme formal dalam Partai Konservatif untuk memilih seorang pemimpin
berarti bahwa setelah pengunduran diri Eden, Ratu berhak untuk memutuskan siapa
yang akan menjadi perdana menteri. Eden menganjurkan agar ia berkonsultasi dengan
Lord Salisbury, Presiden Agung House of Lords. Lord Salisbury dan Lord Kilmuir
(Konselor Agung) kemudian berkonsultasi dengan Kabinet Britania, Winston
Churchill, dan Ketua Komite 1922. Sebagai hasilnya, Ratu menyetujui calon
perdana menteri yang mereka rekomendasikan: Harold Macmillan.[73]
Krisis
Suez dan terpilihnya pengganti Eden pada tahun 1957 telah menuai berbagai
kritik atas kepemimpinan Ratu Elizabeth. Dalam sebuah majalah yang dimiliki
oleh Lord Altrincham,[74] ia menuduh Ratu telah "keluar batas".[75]
Altrincham kemudian dikecam dan diserang secara fisik oleh masyarakat yang
tidak suka atas komentarnya.[76] Enam tahun kemudian, Macmillan mengundurkan
diri pada tahun 1963 dan menyarankan agar Ratu menunjuk Earl of Home sebagai
perdana menteri, dan sarannya ini diikuti.[77] Atas tindakannya ini, Ratu
sekali lagi menerima berbagai kritikan karena menunjuk perdana menteri atas
saran dari sejumlah kecil, atau seorang menteri.[77] Pada tahun 1965, Partai
Konservatif menetapkan mekanisme formal untuk memilih perdana menteri, sehingga
mengurangi keterlibatan ratu dalam Kabinet.[78]
Pada
tahun 1957, Ratu Elizabeth II melakukan kunjungan kenegaraan ke Amerika
Serikat. Dalam kunjungan tersebut, Ratu berpidato dalam Majelis Umum PBB atas
nama Persemakmuran. Dalam kunjungan yang sama, Ratu meresmikan Parlemen Kanada
ke-23, yang merupakan pemerintahan monarki Kanada pertama yang memiliki
Parlemen.[79] Dua tahun kemudian, Elizabeth sekali lagi mengunjungi Kanada dan
Amerika Serikat,[79][80] meskipun pada saat itu Ratu sedang mengandung anak
ketiganya.[81] Pada tahun 1961, dia mengunjungi Siprus, India, Pakistan, Nepal,
dan Iran.[82] Dalam kunjungannya ke Ghana pada tahun yang sama, Ratu menepis
kekhawatiran akan keselamatannya, meskipun Presiden Kwame Nkrumah, yang
menggantikan posisinya sebagai kepala negara Ghana, adalah sasaran utama
pembunuhan.[83] Harold Macmillan menulis: "Ratu benar-benar tabah pada
saat itu ... Dia tidak suka orang-orang yang memperlakukannya seolah-olah
dia;... seorang bintang film ... Dia memang memiliki 'hati dan perut selayaknya
seorang pria' ... Dia mencintai tugasnya dan posisinya sebagai seorang
Ratu."[83] Menjelang kunjungannya ke Quebec pada tahun 1964, media
melaporkan bahwa beberapa gerakan separatis telah merencanakan pembunuhan Ratu
Elizabeth.[84][85][86] Tidak terjadi apa-apa selama kunjungan berlangsung,
namun beberapa kerusuhan pecah saat ia berada di Montreal; "ketenangan dan
keberanian Ratu dalam menghadapi kekerasan" patut dicatat.[87]
----------------------
Masa
kehamilan Ratu Elizabeth saat mengandung Pangeran Andrew dan Pangeran Edward
pada tahun 1959 dan 1963 adalah dua saat dimana ia tidak melakukan peresmian
Parlemen Britania Raya selama masa pemerintahannya.[88] Selain tampil dalam
berbagai perayaan tradisional, Ratu juga menerapkan praktek-praktek baru. Jalan
kaki kenegaraan dan pertemuan dengan anggota masyarakat biasa dilangsungkan
selama kunjungannya ke Australia dan Selandia Baru pada tahun 1970.[89]
Pada
periode 1960-an dan 1970-an, Ratu Elizabeth menjadi saksi atas dekolonisasi negara-negara
jajahan Britania Raya di Afrika dan Karibia. Lebih dari 20 negara memperoleh
kemerdekaan dari Britania Raya sebagai bagian dari transisi negara-negara
tersebut untuk membentuk pemerintahan sendiri. Pada tahun 1965, Perdana Menteri
Rhodesia, Ian Smith, menyatakan kemerdekaan sepihak atas Britania Raya disaat
sebagian besar rakyat Rhodesia masih menyatakan "kesetiaan dan
pengabdiannya" pada Ratu Elizabeth. Meskipun Ratu menolak deklarasi
sepihaknya dan dunia internasional menerapkan sanksi terhadap Rhodesia, rezim
Smith tetap bertahan selama lebih dari satu dekade berikutnya.[90]
Pada
bulan Februari 1974, Perdana Menteri Edward Heath menyarankan pada Ratu untuk
menyelenggarakan pemilihan umum ditengah-tengah kunjungannya ke Austronesia
Pasifik, yang menyebabkan Ratu harus terbang kembali ke Inggris.[91] Pemilihan
umum ini menghasilkan parlemen yang menggantung; Partai Konservatif pimpinan
Heath tidak berhasil memperoleh suara mayoritas, namun partai ini bisa tetap
tinggal di Westminster jika berkoalisi dengan Partai Liberal. Rencana koalisi
ini akhirnya kandas dan Heath kemudian mengundurkan diri setelah Ratu meminta
pemimpin oposisi, Harold Wilson dari Partai Buruh untuk membentuk
pemerintahan.[92]
Ratu Elizabeth II dan George W. Bush
bersulang dalam jamuan makan malam kenegaraan di Gedung Putih, 7 Mei 2007.
--------------------
Setahun
kemudian, pada puncak krisis konstitusi Australia 1975, Perdana Menteri
Australia Gough Whitlam diberhentikan dari jabatannya oleh Gubernur Jenderal
John Kerr setelah oposisi yang dikendalikan Senat menolak proposal anggaran
Whitlam.[93] Karena Whitlam memiliki suara mayoritas dalam Dewan Perwakilan
Rakyat Australia, juru bicara Gordon Scholes mengimbau kepada Ratu untuk
membalikkan keputusan Kerr. Namun Ratu menolak, menyatakan bahwa dia tidak akan
ikut campur dalam keputusan-keputusan Gubernur Jenderal yang dilindungi oleh
Konstitusi Australia.[94] Krisis ini memicu munculnya gerakan Republikanisme
Australia.[93]
Jubilee
Perak
Pada
tahun 1977, Ratu Elizabeth memasuki 25 tahun masa pemerintahannya (Jubilee
Perak). Berbagai pesta dan perayaan berlangsung di seluruh Persemakmuran.
Perayaan-perayaan ini kembali menegaskan betapa besarnya popularitas Ratu,
meskipun sempat dinodai oleh pemberitaan negatif media berkaitan dengan
perceraian Putri Margaret dengan suaminya.[95] Pada tahun 1978, Ratu menerima
kunjungan kenegaraan dari diktator komunis Rumania, Nicolae Ceaușescu
dan istrinya Elena.[96][97] Setahun kemudian, Ratu dihadapkan pada dua pukulan:
salah satu inspektur di Istana Buckingham terbuka kedoknya sebagai mata-mata
komunis, pukulan lainnya adalah tewasnya sang mertua, Lord Mountbatten, oleh
Tentara Republik Irlandia Sementara.[98]
Menurut
Paul Martin, Sr., pada akhir tahun 1970-an, Ratu khawatir bahwa mahkotanya
sudah "tidak berarti" lagi buat Perdana Menteri Kanada Pierre
Trudeau.[99] Tony Benn berkata bahwa Ratu menganggap Trudeau "agak
mengecewakan".[99] Trudeau mengolok-ngolok Kerajaan dengan mengatakan
bahwa Persemakmuran seperti "meluncur di bawah kendali Istana Buckingham
dan berputar-putar di belakang Ratu" pada tahun 1977, dan menghapuskan
beberapa simbol monarki Kanada selama masa jabatannya.[99] Pada tahun 1980,
beberapa politisi Kanada yang dikirim ke London untuk membahas mengenai
pemisahan Konstitusi Kanada mengungkapkan bahwa Ratu "lebih informatif ...
dibandingkan dengan politisi atau birokrat Britania lainnya". [99] Ratu
sangat peduli mengenai masalah Kanada ini setelah kegagalan Bill C-60 yang
mempengaruhi perannya sebagai kepala negara.[99] Pemisahan konstitusi ini pada
akhirnya menghasilkan keputusan yang menghapus peran Parlemen Britania Raya
dalam Konstitusi Kanada, namun monarki tetap dipertahankan. Trudeau menuliskan
dalam memoarnya bahwa Ratu menghargai usahanya untuk mereformasi Konstitusi dan
Trudeau juga terkesan oleh "sopan santun dan kebijaksanaan yang Ratu
tampilkan di depan umum".[100]
-------------------------
1980-an
Dalam
perayaan Trooping the Colour pada tahun 1981, enam minggu sebelum pernikahan
Pangeran Charles dengan Diana Spencer, enam tembakan dari jarak dekat diarahkan
kepada Ratu saat ia sedang mengendarai kudanya menuju The Mall, London. Polisi
kemudian menemukan bahwa tembakan itu kosong. Penyerangnya adalah seorang
remaja berusia 17 tahun bernama Marcus Sarjeant, yang selanjutnya dihukum lima
tahun penjara dan dibebaskan setelah menjalani tiga tahun hukumannya.[101]
Ketenangan Ratu dalam menghadapi situasi saat itu dipuji secara luas.[102] Dari
bulan April hingga September 1982, Ratu masih memikirkan peristiwa itu,[103]
namun ia juga bangga karena putranya, Pangeran Andrew melayani tentara Britania
dalam Perang Falklands.[104] Pada tanggal 9 Juli, Ratu terbangun di kamarnya di
Istana Buckingham dan mendapati seorang penyusup telah memasuki kamar tidurnya.
Dengan tenang, Ratu memanggil petugas keamanan istana dan sembari menunggu
bantuan, ia berbicara dengan sang penyusup yang kemudian diketahui bernama
Michael Fagan sampai petugas keamanan tiba tujuh menit kemudian.[105] Saat
menerima kunjungan Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan di Istana Windsor
pada tahun 1982, ia memarahi Reagan karena telah memerintahkan Invasi Grenada,
yang merupakan salah satu Alam Persemakmurannya di Karibia tanpa
memberitahukannya terlebih dahulu.[106]
Meningkatnya
perhatian media terhadap kehidupan pribadi keluarga kerajaan selama tahun
1980-an menghasilkan serangkaian cerita sensasional di media massa, meskipun
tidak semuanya yang sepenuhnya benar.[107] Kelvin MacKenzie, editor surat kabar
The Sun, berkata kepada stafnya: "Terbitkan edisi Minggu dan Senin tentang
keluarga kerajaan. Jangan cemaskan apakah berita itu benar atau tidak, asalkan
tidak menimbulkan keributan setelah dimuat."[108] Editor surat kabar
Donald Trelford menulis dalam The Observer pada tanggal 21 September 1986:
"Opera sabun kerajaan telah mencapai titik jenuh perhatian publik. Batas
antara fakta dan fiksi tidak bisa lagi ditentukan ... beberapa surat kabar
bukan hanya tidak memeriksa fakta-fakta sebelum dipublikasikan, namun mereka sama
sekali tidak peduli apakah berita itu benar atau tidak."[109] The Sunday
Times melaporkan pada tanggal 20 Juli 1986 bahwa Ratu mengkhawatirkan kebijakan
ekonomi Perdana Menteri Margaret Thatcher akan memupuk perpecahan sosial
mengingat tingginya angka pengangguran, terjadinya serangkaian kerusuhan,
pemogokan para penambang, dan penolakan Thatcher untuk menerapkan sanksi
terhadap rezim apartheid di Afrika Selatan. Rumor tersebut juga mengabarkan
bahwa berita tersebut bersumber dari seorang pembantu kerajaan dan sekretaris
Persemakmuran, Michael Shea dan Shridath Ramphal, namun Shea membantah tuduhan
tersebut.[110] Thatcher konon juga mengatakan bahwa Ratu akan memberikan
suaranya pada Partai Sosial Demokratik, yang merupakan lawan politik
Thatcher.[111] John Campbell, Penulis biografi Thatcher mengungkapkan bahwa
"laporan itu cuma merupakan sepotong kenakalan jurnalistik".[112]
Menanggapi laporan negatif mengenai hubungannya dengan Ratu, Thatcher kemudian
mengungkapkan kegaguman pribadinya pada Ratu.[113] Setelah Thatcher digantikan
oleh John Major, Ratu Elizabeth memberikan dua penghargaan untuk Thatcher,
yakni Order of Merit dan Order of the Garter.[114] Mantan Perdana Menteri
Kanada, Brian Mulroney, mengungkapkan bahwa Ratu Elizabeth merupakan "pihak
di belakang layar" yang mengakhiri apartheid di Afrika Selatan.[115][116]
------------------
Pada
tahun 1987, di depan publik Kanada, Ratu Elizabeth menyampaikan dukungannya
terhadap pemisahan politik Kanada dari Britania Raya. Tindakannya ini memicu
berbagai kritik dari para penentang amandemen konstitusi, termasuk Pierre
Trudeau.[115] Pada tahun yang sama, Pemerintah Fiji yang terpilih digulingkan
dalam kudeta militer. Elizabeth, sebagai Ratu Fiji, mendukung upaya
Gubernur-Jenderal Penaia Ganilau untuk menegaskan kekuasaan eksekutif dan
menegosiasikan upaya penyelesaian. Pemimpin kudeta Sitiveni Rabuka kemudian
berhasil menggulingkan Ganilau dan mendirikan Republik Fiji.[117] Pada awal
1991, para republikan di Britania Raya dibuat panas dengan munculnya laporan
media mengenai kekayaan pribadi Ratu yang bertentangan dengan laporan dari
istana, serta adanya rumor mengenai skandal pernikahan yang terjadi di
lingkungan keluarga kerajaan.[118] Keikutsertaan beberapa keluarga kerajaan
dalam acara amal televisi yang berjudul It's a Royal Knockout juga dicibir oleh
aktivis pro-republik,[119] dan Ratu menjadi sasaran dari sindiran mereka.[120]
1990-an
Pada
tahun 1991, setelah kemenangan dalam Perang Teluk, Ratu menjadi pemimpin
monarki Britania pertama yang berbicara dalam Kongres Amerika Serikat.[121]
Dalam
pidatonya pada tanggal 24 November 1992 saat peringatan ulang tahun ke-40
takhtanya, Ratu menyebut tahun 1992 sebagai tahun "annus horribilis",
atau "tahun yang mengerikan" untuknya;[122] pada bulan Maret, putra
keduanya, Pangeran Andrew, bercerai dengan istrinya, Sarah, Duchess of York.
Sebulan kemudian, putrinya, Anne, juga bercerai dengan suaminya, Kapten Mark
Phillips.[123] Saat Ratu melakukan kunjungan kenegaraan ke Jerman pada bulan
Oktober, para demonstran yang marah di Dresden melemparkan telur busuk
padanya,[124] dan pada bulan November, Istana Windsor mengalami kerusakan parah
setelah terbakar hebat. Kerajaan semakin sering dikritik dan pengawasan publik
pada Kerajaan juga semakin meningkat.[125] Dalam salah satu pidato pribadinya,
Ratu menyatakan bahwa lembaga apapun pasti mengharapkan kritik, namun
disarankan bahwa kritik itu dilontarkan dengan "sedikit sentuhan humor,
kelembutan, dan bisa dipahami".[126] Dua hari kemudian, Perdana Menteri
John Major mengumumkan mengenai reformasi keuangan kerajaan yang telah
direncanakan sejak tahun 1992. Reformasi itu termasuk kebijakan baru yang
mengharuskan bahwa mulai tahun 1993, Ratu wajib membayar pajak penghasilan
untuk pertama kalinya.[127] Pada bulan Desember, Pangeran Charles secara resmi
berpisah dengan istrinya, Putri Diana.[128] Di penghujung tahun, Ratu menggugat
surat kabar The Sun atas tuduhan pelanggaran hak cipta karena mempublikasikan
pesan Natal tahunan Ratu dua hari sebelum disiarkan. Surat kabar itu dipaksa untuk
membayar denda dan menyumbang sebesar £ 200.000 untuk amal.[129]
-------------------
Pada
tahun-tahun berikutnya, minat publik terhadap kehidupan rumah tangga Charles
dan Diana meningkat.[130] Meskipun dukungan untuk republikan di Britania Raya
meningkat dari tahun-tahun sebelumnya, dukungan untuk Ratu masih lebih tinggi
dibanding dukungan untuk republikan.[131] Kritik terhadap keluarga kerajaan
terutama sekali difokuskan pada sikap dan tindakan para anggota keluarga
kerajaan.[132] Setelah berkonsultasi dengan Uskup Agung Canterburry, sekretaris
pribadi, serta suaminya, Ratu menulis surat kepada Charles dan Diana pada akhir
Desember 1995 yang menyatakan bahwa ia menyetujui perceraian mereka.[133]
Setahun setelah perceraian mereka pada tahun 1996, Putri Diana tewas dalam sebuah
kecelakaan mobil di Paris pada tanggal 31 Agustus 1997. Pada saat itu, Ratu
sedang berlibur bersama anak dan cucu-cucunya di Istana Balmoral. Ratu terakhir
kali tampil di depan publik saat menemani kedua putra Diana mengikuti pelayanan
gereja pada pagi terjadinya kecelakaan.[134] Setelah itu, selama lima hari
berikutnya, Ratu dan Pangeran Philip berusaha melindungi kedua cucunya dari
incaran media dengan memindahkan mereka berdua ke Istana Balmoral, di sana
mereka bisa berduka secara pribadi.[135] Namun menghilangnya keluarga kerajaan
dan tidak dikibarkannya bendera setengah tiang pasca kecelakaan Diana
menyebabkan munculnya kecurigaan publik.[116][136] Karena semakin ditekan, Ratu
pada akhirnya setuju untuk memberikan pernyataan langsung dan kemudian ia kembali
ke London untuk melakukan jumpa media pada tanggal 5 September, sehari sebelum
pemakaman Diana.[137] Dalam pernyataannya, Ratu menyatakan kekagumannya pada
Diana dan juga mengungkapkan perasaan dan kewajibannya "sebagai
nenek" dari William dan Harry.[138] Sebagai hasilnya, kecurigaan publik
terhadap kerajaan perlahan-perlahan mulai menguap.[138]
------------------
Jubilee
Emas
Pada
tahun 2002, Ratu Elizabeth memasuki 50 tahun masa pemerintahannya sejak naik
takhta pada tahun 1952(Jubilee Emas). Adik dan ibunya meninggal dunia pada
Februari dan Maret, dan media berspekulasi mengenai ancaman kegagalan dalam
perayaan Jubileenya.[139] Ratu kembali melakukan berbagai kunjungan ke Alam
Persemakmurannya, yang dimulai dengan mengunjungi Jamaika pada bulan Februari.[140]
Seperti pada tahun 1977, dalam kunjungannya Ratu kembali disambut oleh berbagai
perayaan, pesta jalanan, dan pendirian berbagai monumen untuk menghormati
kedatangannya. Lebih dari sejuta orang menghadiri perayaan Jubilee Emas Ratu
Elizabeth di London,[141] dan tingginya antusiasme yang ditunjukkan oleh
masyarakat membuktikan bahwa spekulasi media tidak menjadi kenyataan.[142]
Meskipun
secara umum Ratu terlihat sehat sepanjang hidupnya, pada tahun 2003 ia
menjalani operasi laparoskopik pada kedua lututnya. Pada bulan Oktober 2006,
Ratu melewatkan pembukaan Stadion Emirates karena mengalami kejang otot
punggung yang telah diidapnya sejak musim panas.[143] Dua bulan kemudian, Ratu
terlihat tampil di depan umum dengan perban di tangan kanannya, yang menimbulkan
spekulasi kalau Ratu sedang sakit.[144] Ratu juga pernah digigit oleh seekor
anjing corgi saat memisahkan dua ekor anjing yang sedang berkelahi.[145]
Pada
bulan Mei 2007, surat kabar The Daily Telegraph melaporkan klaim dari sumber
yang tidak disebutkan namanya bahwa Ratu merasa "jengkel dan
frustrasi" dengan kebijakan Perdana Menteri Tony Blair. Menurut laporan
surat kabar itu, Ratu menganggap bahwa Angkatan Bersenjata Britania Raya yang
dikirim ke Irak dan Afghanistan sudah berlebihan, masalah kebijakan perdesaan
Blair juga dikhawatirkan oleh Ratu.[146] Meskipun demikian, Ratu tetap
mengagumi upaya Blair untuk mewujudkan perdamaian di Irlandia Utara.[147] Pada
tanggal 20 Maret 2008, bertempat di Gereja Irlandia Katedral St Patrick, Ratu
menghadiri layanan Maundy pertama yang diikutinya di luar Inggris dan
Wales.[148] Pada bulan Mei 2011, atas undangan dari Presiden Irlandia Mary
McAleese, Ratu mengadakan kunjungan kenegaraan ke Republik Irlandia. Kunjungan
ini merupakan kunjungan pertama yang dilakukan oleh monarki Britania Raya ke
Republik Irlandia setelah negara itu memisahkan diri pada tahun 1922.[149]
-----------------
Ratu
berpidato dalam Sidang Umum PBB untuk kedua kalinya pada tahun 2010, sekali
lagi dalam kapasitasnya sebagai ratu dari semua Alam Persemakmurannya.[150]
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon menyebut dirinya sebagai "jangkar bagi
zaman kita".[151] Dalam kunjungannya ke New York pada tahun 2010, Ratu
meresmikan pembukaan taman peringatan untuk warga negara Britania yang menjadi
korban serangan 11 September 2001.[151] Ratu mengunjungi Australia pada bulan
Oktober 2011, yang merupakan kunjungannya yang ke-16 sejak tahun 1954. Dalam
pernyataannya pada media, Ratu menyebut kunjungannya saat itu sebagai
"kunjungan perpisahan", karena usianya yang semakin lanjut.[152]
Jubilee
Berlian dan sesudahnya
Jubilee
Berlian Ratu Elizabeth pada tahun 2012 menandai 60 tahun masa jabatannya
sebagai ratu. Berbagai perayaan dilangsungkan di Britania Raya dan seluruh
Persemakmuran. Dalam sebuah pesan yang dirilis pada Hari Aksesi, dia
menyatakan: "Dalam tahun istimewa ini, saya sekali lagi mendedikasikan
diri saya untuk melayani Anda, saya berharap kita semua masih ingat akan
kekuatan dari kebersamaan dan kekeluargaan, persahabatan dan keramahtamahan ...
saya juga berharap bahwa Jubilee tahun ini akan menjadi waktu untuk mensyukuri
atas kemajuan besar yang telah dibuat sejak tahun 1952 dan menatap masa depan
dengan kepala jernih dan hati yang hangat".[153] Ratu dan suaminya
melakukan tur panjang ke seantero Britania Raya, sedangkan anak dan cucunya
memulai kunjungan kenegaraan ke berbagai Negara-Negara Persemakmuran atas nama
Ratu.[154][155][156] Pada tanggal 4 Juni, suar jubilee dinyalakan di berbagai
penjuru dunia.[157]
-----------
Ratu
Elizabeth adalah penguasa monarki yang hidupnya paling lama dan dengan masa
kekuasaan terpanjang kedua (setelah Ratu Victoria) dalam sejarah monarki
Britania Raya. Selain itu, Ratu juga merupakan kepala negara dengan masa
jabatan terlama kedua di dunia saat ini (setelah Raja Bhumibol Adulyadej dari
Thailand). Dia tidak berniat untuk turun takhta,[158] meskipun proporsi tugas
publik yang dilakukan oleh Pangeran Charles dan Pangeran William semakin
meningkat seiring dengan usia dan kondisi kesehatan Ratu.[159]
Ratu
Elizabeth membuka Olimpiade Musim Panas 2012 pada tanggal 27 Juli dan
Paralimpiade pada tanggal 29 Agustus 2012 di London. Dia memerankan dirinya
sendiri dalam sebuah film pendek sebagai bagian dari rangkaian upacara
pembukaan Olimpiade bersama aktor Daniel Craig, yang memerankan James Bond.[160]
Sebelumnya, ayahnya membuka Olimpiade London 1948 dan kakek buyutnya, Edward
VII, membuka Olimpiade London 1908. Ratu Elizabeth juga membuka Olimpiade Musim
Panas 1976 di Montreal dan Pangeran Philip juga pernah membuka Olimpiade Musim
Panas 1956 di Melbourne.[161] Dia adalah kepala negara pertama yang membuka dua
penyelenggaraan Olimpiade di dua negara yang berbeda.[162]
Pada
bulan Agustus dan September 2012, citra kerajaan lagi-lagi ternoda dengan
dipublikasikannya foto-foto vulgar cucu Ratu Elizabeth, Pangeran Harry, oleh
salah satu media Amerika Serikat, serta foto-foto berlibur Catherine, Duchess
of Cambridge oleh media Perancis. Menanggapi munculnya foto-foto tersebut,
salah satu sumber kerajaan menyatakan bahwa "Ratu sangat marah. Dia sangat
menginginkan hal semacam ini takkan pernah terjadi lagi".[163] Selain itu,
terkait dengan foto-foto Duchess, Ratu sangat mendukung keputusan Pangeran
William untuk menyeret fotografer dan pihak yang terlibat ke dalam proses
hukum.[164]
Penerimaan
publik dan karakter
Karena
Ratu Elizabeth jarang memberikan wawancara, sedikit yang diketahui mengenai
kepribadiannya. Sebagai pemimpin dari Monarki Konstitusional, dia tidak
mengungkapkan pendapat politiknya di depan publik. Ratu memiliki kepercayaan
yang kuat terhadap agamanya dan memenuhi sumpah penobatannya dengan
sungguh-sungguh.[165] Selain menganut sekaligus menjabat sebagai Gubernur Agung
Gereja Inggris, Ratu secara pribadi juga menjadi pengikut dari Gereja
Skotlandia.[166] Dia sangat mendukung dialog lintas agama dan telah bertemu
dengan para pemimpin gereja dan agama lain, termasuk tiga paus: Yohanes XXIII,
Yohanes Paulus II, dan Benediktus XVI. Catatan pribadi mengenai keyakinannya
sering ditampilkan dalam Pesan Natal Kerajaan tahunan yang disiarkan ke seluruh
Persemakmuran, seperti dalam pesan natalnya pada tahun 2000, saat ia berbicara
mengenai makna teologi dari milenium yang menendai ulang tahun Yesus Kristus
ke-2000.
Ratu
Elizabeth adalah pelindung lebih dari 600 organisasi dan badan amal.[167]
Kegiatannya di waktu senggang termasuk menunggang kuda dan memelihara anjing,
khususnya anjing ras Pembroke Welsh Corgi.[168] Kecintaannya terhadap corgi
dimulai pada tahun 1933 dengan seekor anjing bernama Dookie, corgi pertama yang
dipelihara oleh keluarganya.[169][170] Menurut seorang sumber dalam kerajaan,
Elizabeth dan keluarganya dari waktu ke waktu menyiapkan makanan bersama-sama
dan langsung mencucinya setelah itu.[171]
Pada
tahun 1950, sebagai seorang wanita muda pada awal pemerintahannya, Elizabeth
digambarkan sebagai "Ratu negeri dongeng" yang glamor.[172]
Pasca-perang dunia yang merupakan masa-masa penuh harapan, publik menggambarkan
pemerintahan Elizabeth sebagai "era Elizabethan baru" (merujuk pada
masa pemerintahan Ratu Elizabeth I).[173] Pada tahun 1957, Lord Altrincham
mengkritik pidato Elizabeth seperti pidato seorang "anak sekolahan.[174]
Pada akhir 1960-an, ia mencoba membawa citra kerajaan menjadi lebih modern
dengan merilis sebuah film dokumenter berjudul Royal Family dan menyiarkan
upacara penobatan Charles sebagai Pangeran Wales melalui media televisi.[175]
Ratu Elizabeth dikenal sering tampil di depan publik dengan mengenakan mantel
berwarna cerah dan topi yang dekoratif, yang memungkinkan ia bisa dilihat
dengan mudah dalam kerumunan massa.[176]
Saat
peringatan Jubilee Perak-nya pada tahun 1977, berbagai kerumunan dan perayaan
berlangsung dengan sangat antusias,[177] namun saat kritik publik terhadap
keluarga kerajaan meningkat pada tahun 1980, kehidupan pribadi dan kinerja
putra-putri Elizabeth berada di bawah pengawasan media.[178] Popularitas
Elizabeth jatuh ke titik terendah pada tahun 1990-an. Di bawah tekanan dari
media dan publik, ia mulai membayar pajak penghasilan untuk pertama kalinya dan
Istana Buckingham mulai dibuka untuk umum.[179] Ketidakpuasan publik terhadap
kerajaan mencapai puncaknya pasca kematian Putri Diana pada tahun 1997.
Popularitas Elizabeth dan dukungan untuk kerajaan kembali meningkat setelah dia
melakukan siaran langsung ke seluruh dunia lima hari setelah kematian
Diana.[180]
Pada
bulan November 1999, hasil referendum di Australia untuk menentukan masa depan
monarki Australia menunjukkan bahwa Elizabeth tetap disukai dan didukung untuk
menjadi kepala negara.[181] Hasil poling di Britania Raya pada tahun 2006 dan
2007 juga menunjukkan bahwa dukungan untuk Elizabeth masih tinggi.[182] Hasil
jajak pendapat di Tuvalu pada tahun 2008 dan di Saint Vincent dan Grenadines
pada tahun 2009 juga menunjukkan hasil yang sama.[183]
Keuangan
Kekayaan
pribadi Ratu Elizabeth telah menjadi subyek spekulasi media selama
bertahun-tahun. Majalah Forbes memperkirakan bahwa kekayaan bersih Ratu
berjumlah sekitar US $ 450 juta pada tahun 2010,[184] namun pihak Istana
Buckingham menyatakan bahwa jumlah kekayaan Ratu yang sebesar £ 100 juta itu
"terlalu dilebih-lebihkan".[185] Jock Colville, mantan sekretaris
pribadinya dan direktur dari bank kerajaan memperkirakan bahwa jumlah kekayaan
Ratu pada tahun 1971 sebesar £ 2 juta (setara dengan sekitar £21 juta saat
ini[186]).[187][188] Koleksi kerajaan, yang meliputi karya seni dan Mahkota
Kerajaan, tidak dimiliki oleh Ratu secara pribadi dan kepemilikannya diatur di
bawah ketentuan Undang-Undang Amanah.[189] Properti lainnya yang kepemilikannya
sama termasuk istana-istana seperti Istana Buckingham dan Istana Windsor,[190]
dan tanah milik Duke di Lancaster, serta portofolio properti senilai £ 383 juta
pada tahun 2011.[191] Sedangkan Sandringham House dan Istana Balmoral dimiliki
secara pribadi oleh Ratu.[190] Properti dan perabotan Kerajaan – dengan
kepemilikan sebesar £ 7,3 miliar pada tahun 2011[192] – dimiliki oleh negara
dan Ratu tidak diperkenankan untuk menjual atau memilikinya secara
pribadi.[193]
Gelar
dan lambing
Gelar
Elizabeth
telah memegang dan dianugerahi banyak gelar dan posisi militer kehormatan di
seluruh Persemakmuran dan dari seluruh dunia. Secara resmi, dia memiliki gelar
yang berbeda di setiap Alam Persemakmuran nya: Ratu Kanada di Kanada, Ratu
Australia di Australia, dan lain sebagainya. Di Kepulauan Channel dan Isle of
Man, yang merupakan Dependensi Mahkota Britania Raya, Ratu Elizabeth dikenal
sebagai Adipati Normandia dan Lord of Mann. Gelar lainnya termasuk
"Defender of the Faith" dan Adipati Lancaster. Ketika sedang
berbicara dengan Ratu, kebanyakan orang umumnya menggunakan panggilan Your
Majesty (Yang Mulia) untuk pertama kalinya, dan kemudian boleh memanggilnya
Ma'am.[194]
Lambang
Dari
tanggal 21 April 1944, lambang resmi untuk Elizabeth berbentuk sebuah belah
ketupat yang meniru desain Lambang Britania Raya, dibedakan oleh tiga label di
dalamnya yang menampilkan mawar Tudor ditengahnya dan salib St George di kedua
sisinya.[195] Setelah naik takhta, dia masih menggunakan lambang yang bentuknya
tidak jauh berbeda dengan lambang sebelumnya. Desain perisai juga digunakan
dalam Standar Kerajaan Britania Raya. Elizabeth memiliki bendera pribadi untuk
dipergunakan di Kanada, Selandia Baru, Australia, Jamaika, Barbados, dan di
negara-negara lainnya.[196]